Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Tari Cokek

Tari Kataga

Tari Kataga adalah sebuah tarian tradisional yang terancam punah. Kita pun pasti terasa asing mendengar nama tarian tersebut. Tarian ini adalah tarian perang yang khas dari Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kostum yang dipakai para penari juga menyerupai kostum perang, yaitu pedang dan perisai. Pertunjukan Tari Kataga . Gambar:  Komodo Lestari Sejarah Secara kebahasaan, tarian Kataga berasal dari kata taga yang mendapat awalan ka - yang artinya “mari kita potong atau pancung”. Ada juga yang mengatakan bahwa kataga berasal dari kata katagahu yang artinya kegiatan memotong kepala korban peperangan. Pendapat lain juga mengatakan bahwa kataga mempunyai arti memperhitungkan kekuatan lawan dan di mana letak kelemahan lawan. Pada zaman dahulu, di Sumba pernah terjadi perang antar suku yang disebut perang tanding. Dalam menentukan kemenangan, para petarung harus membawa pulang kepala musuh yang kalah sebagai sebuah simbol kemenangan. Nantinya kepala tersebut akan d

Jarang Terekspos, Tari Tradisional Terancam Punah

Salah satu kesenian yang sangat menarik untuk dinikmati adalah seni tari. Berbagai kalangan sangat menikmati pertunjukan seni ini, mulai dari kalangan anak muda hingga yang tua. Tak jarang pertunjukan tari sering ditampilkan ketika membuka sebuah acara, seperti acara resmi sebuah instansi, perhelatan tradisional, acara adat, maupun hanya sekedar hiburan. Gambar:  MLDSPOT Pada era globalisasi ini, banyak bermunculan tarian-tarian modern yang dipengaruhi oleh budaya luar. Contohnya tari modern yang biasa dikenal dengan dance K-Pop yang banyak penggermarnya di kalangan remaja, terutama remaja wanita. Untuk itu, mari kita selalu melestarikan tarian tradisional Indonesia agar bisa bersaing dengan budaya internasional. Salah satu kendala dalam melestarikan budaya bangsa ini terdapat pada minat dari masyarakat Indonesia. Di berbagai media, lebih sering menonjolkan budaya populer dari luar dari pada menampilkan budaya Indonesia. Meski sesekali menampilkan budaya Indonesia,  dala

Goresan Hujan

Disaat mataku terpejam Terlihat binaran Sirius di matamu Disaat mataku terpejam Aku merasa pelangi menghiasi puspa Tetapi ketika aku terjaga Sang puspa telah murka dan mendera Karena tersapu gelombang waktu Bahkan pelangi pun enggan menyapa hujan Sekalipun hujan tak diiringi Guntur Sekalipun hujan tak lagi merintikan air Aku berterimakasih kepada hujan, Karena hujan membantuku menggoreskan namamu pada cakrawala Jakarta,  04032010

Merajut

Dua buah jarum itu kupegang dalam keeratan pekat terkandung dalam lentik jari seorang gadis perajut mimpi Segumpal benang wol harapan disisihkan dengan rapi tersulam, perlahan merajut reruntuhan rasa, lantah oleh sebuah ucapan. “Aku membencimu!” 29072010

Tari Topeng Betawi

Kota metropolitan Jakarta menyimpan beragam kesenian dan budaya yang harus dilestarikan. Saat ini, kesenian dan budaya tersebut bisa saja dilupakan karena perkembangan zaman. Oleh karena itu, seni dan budaya itu harus terus diwariskan agar tetap terjaga kelestariannya. Salah satu kesenian Betawi yang menarik untuk diwariskan adalah Tari Topeng Betawi. Tari Topeng Betawi tuh kaya gimana sih? Tari Topeng Betawi adalah satu satu tarian adat masyarakat Betawi di Jakarta. Ciri khas dari tarian ini adalah sebuah topeng yang dikenakan oleh para penarinya. Tentu saja tarian ini tidak terlepas dari unsur musik dan nyanyian. Unsur-unsur tersebut berpadu menjadi sebuah gerak teatrikal yang komunikatif. Pada mulanya, kesenian ini dipentaskan berkeliling oleh para seniman Betawi. Mereka biasanya diundang untuk menghibur berbagai macam acara, seperti khitanan, pernikahan, dan acara penting lain. Gambar: JakCity Menurut kepercayaan masyarakat Betawi, Tari Topeng Betawi bisa mencegah ma

Ulasan Buku Kumpulan Cerpen T(w)ITIT! karya Djenar Mahesa Ayu

Djenar Maesa Ayu lahir di Jakarta, 14 Januari 1973. Ia telah menerbitkan empat kumpulan cerpen berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet!, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu), Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek, 1 Perempuan 14 Laki-laki, dan sebuah novel  berjudul   Nayla . Cerpennya yang berjudul “Menyusu Ayah” menjadi cerpen terbaik Jurnal Perempuan 2003, sementara “Waktu Nayla” meraih penghargaan Cerpen Terbaik Kompas di tahun yang sama. Selain menulis, Djenar juga menyutradai film Mereka Bilang, Saya Monyet! (2008) dan SAIA (2009). Ia mendapat Piala Citra dari kategori Skenario Adaptasi Terbaik bersama Indra Herlambang dan sebagai Sutradara Baru Terbaik pada Festival Film Indonesia 2009. Kumpulan cerpen T(w)ITIT! adalah buku keenam Djenar. Buku Djenar ini dibuat sebagai hadiah ulang tahun untuknya sendiri. Semua cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen pada buku T(w)ITIT dikembangkan berdasarkan status-status jejaring sosial Twitter. Kumpulan cerpen ini terdiri dari 1